Penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia kini kian memrihatinkan. Setelah kecelakaan maut oleh pengendara yang terbukti menggunakan narkoba beberapa waktu sebelumnya, kini petugas juga berhasil menciduk beberapa pilot dari maskapai yang cukup besar di Indonesia. Kontan saja hal ini cukup meresahkan konsumen, bagaimana tidak nyawa konsumen seakan dipertaruhkan oleh pilot yang berada dibawah sadar setelah menggunakan narkoba. Apalagi maskapai tersebut juga cukup eksis melakukan penerbangan di wilayah Indonesia.
Memang kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa ini berlaku untuk semua pilot, tetapi tetap saja hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan maskapai-maskapai tersebut dalam menjaga kualitas sumber daya manusia maskapai tersebut, dalam hal ini seorang pilot yang merupakan ujung tombak dari industri perhubungan udara tersebut.
Apabila dibandingkan dengan pengendara mobil saja yang dibawah pengaruh narkoba bisa melakukan hal diluar kendalinya seperti kejadian yang terjadi Tugu Tani Jakarta, bagaimana dengan pilot pesawat terbang yang biasanya mengangkut ratusan orang dalam sekali penerbangan. Hal ini memperlihatkan bahwa resiko penggunaan narkoba untuk pilot jauh lebih berbahaya dan beresiko lebih tinggi. Oleh karena itu, sudah sewajarnya para manajemen maskapai di Indonesia harus melakukan pengecekan dan pengawasan yang lebih ketat apabila tidak ingin mendapatkan kredibilitas yang buruk oleh masyarakat umum.
Narkoba memang sangat berbahaya, namun alangkah anehnya apabila yang menggunakan adalah seorang pilot yang tentu saja berpendidikan cukup tinggi, berwawasan luas, dan memiliki fisik yang baik. Maskapai tersebut sudah sepantasnya melakukan evaluasi, mengapa sampai 2 orang pilotnya melakukan kesalahan yang bisa berakibat sangat fatal. Mulai dari sektor perekrutan, pengawasan sampai dengan pembinaan sumber daya manusianya.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ada ketentuan untuk setiap pilot dan kru pesawat wajib memeriksa kesehatan setiap enam bulan sekali. Jelas sekali bahwa peraturan ini tidak efektif dalam mencegah penyalahgunaan narkoba di tingkat pilot dan awak pesawat lainnya. Ketidakefektifan ini bisa karena pilot yang hanya sesekali menggunakan maupun kelonggaran yang dilakukan maskapai.
Apabila peraturan ini dijalankan, seharusnya maskapai mengetahui kondisi setiap pilot dan awak pesawatnya sehingga penyalahgunaan narkoba di bidang penerbangan ini bisa dicegah. Bila maskapai melakukan kelonggaran terhadap pilot, sudah seharusnya maskapai tersebut mendapat sanksi yang tegas. Namun, apabila maskapai sudah mengawasi secara ketat dan mengikuti peraturan tersebut, berarti pemerintah dan DPR perlu melakukan kajian lagi terhadap Undang-undang ini yang terbukti tidak efektif.
Fakta yang menarik adalah ketika Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan bahwa pilot yang tertangkap telah menggunakan narkoba selama 2 tahun. Hal ini menunjukkan kelonggaran dari pihak maskapai, disadari atau tidak, kelonggaran ini bisa berakibat fatal.
Kelonggaran terhadap undang-undang ini membuat masyarakat memiliki keraguan terhadap maskapai-maskapai di Indonesia. Di lihat dari sisi ini, mungkin hal yang wajar mengingat beberapa saat lalu Uni Eropa mencabut izin terbang bagi maskapai Indonesia di Eropa. Mengawasi pilot dari narkoba saja masih tidak dapat dilakukan, apalagi mengawasi hal kecil lainnya yang bisa berakibat fatal.
Untuk mencegah akibat yang lebih buruk terjadi, Menteri Perhubungan mengeluarkan surat edaran Menteri Perhubungan Nomor HK010/1/1/DRJU-2012 tentang standar pencegahan penyalahgunaan narkoba oleh personel pengoperasian pesawat terbang, yang mewajibkan bagi semua pilot, teknisi, operator ATC, dan petugas peawatan mesin wajib melakukan tes narkoba dan alkohol.
Selanjutnya Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan pada jumat 13 januari 2012 mengatakan bahwa semua maskapai diminta melaporkan kepada Kementerian Perhubungan jika ada pilotnya yang kedapatan narkoba dan alkohol. Tetapi aneh sekali bahwa masih saja ada pilot yang tertangkap mengonsumsi narkoba, bahkan dilakukan hanya beberapa jam sebelum menerbangkan pesawat.
Industri Penerbangan Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat dalam 1-2 dekade ini. Oleh karena itu, perlu perhatian dalam hal pengawasan dan pengembangan pula di berbagai sektor seperti teknologi, sistem, dan juga sumber daya manusia sebagai ujung tombaknya. Penyalahgunaan narkoba dalam industri penerbangan bukan hanya mencoreng nama baik Indonesia yang sempat dipertanyakan kredibilitasnya hingga dilarang terbang di Eropa, namun juga membuat kepercayaan terhadap maskapai-maskapai Indonesia menurun. Oleh karena itu diperlukan perhatian yang lebih dari semua stakeholder industri penerbangan Indonesia, baik pemerintah dan DPR maupun pemilik maskapai-maskapai penerbangan.
Apresiasi harus diberikan kepada BNN dan petugas lainnya yang berhasil mencegah pilot tersebut menerbangkan pesawat terbang yang sudah dijadwalkan beberapa jam kemudian. Namun penangkapan ini bukan berarti dari akhir penindakan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba, melainkan awal untuk semua pihak bersama-sama membantu petugas yang berwajib untuk memberantas penyalahgunaan narkoba ini. Semua orang pasti tidak ingin jumlah kecelakaan udara di Indonesia meningkat, terutama karena penyalahgunaan narkoba ini.
5 February 2012
-mdskribo-
http://mdskribo.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar