Selasa, 14 Februari 2012

Sistem pendidikan: Ketidakpastian Kebijakan, Kekhawatiran Sisw

tulisan ini menjadi OPINI di media cetak Bangka Pos pada hari rabu, 13 Februari 2012

 
Memasuki semester genap  yang juga semester akhir bagi siswa-siswa tingkat akhir (SD Kelas 6, SMP kelas 9, SMA kelas 12, maupun setingkatnya) biasanya di ikuti dengan semakin meningkatnya kekhawatiran para siswa yang dikarenakan ujian akhir akan segera menghampiri mereka. Selain karena ujian memang adalah syarat kelulusan, kebijakan yang diputuskan pemerintah selalu berubah-ubah membuat ketegangan semakin bertambah ditambah dengan buruknya sistem birokrasi Indonesia yang membuat kebijakan tingkat pusat akan mengalami keterlambatan sampai ke sekolah-sekolah, bahkan mungkin pemahaman tiap-tiap siswa berbeda-beda.
            Sebagai siswa yang tugasnya menuntut ilmu, sudah semestinya siswa mengikuti ujian baik ujian rutin maupun ujian di akhir setiap semesternya untuk mempertanggungjawabkan ilmu yang sudah mereka pelajari, melihat sejauh mana tingkat kepahamannya dan untuk memastikan kegiatan belajar mengajar berlangsung baik disekolahnya. Ujian adalah alat ukur yang bisa digunakan untuk melihat kualitas kognitif siswa dan kualitas sekolah serta daerah di Indonesia.
            Setiap siswa sudah mengikuti berkali-kali ujian, namun mengapa saat Ujian Nasional (UN), psikologis para siswa, guru, dan para kepala sekolah menjadi sangat khawatir bahkan cenderung panik. Apabila menentukan kelulusan, seharusnya tidak membuat siswa tidak khawatir karena, setiap tahun juga diadakan ujian, yang apabila dia gagal berarti dia tidak akan naik kelas dan mereka naik kelas, seharusnya merekajuga tidak akan terlalu sulit menghadapi Ujian Nasional karena sebagian besar ujian yang mereka lalui dapat diatasi. Apabila belum siap menghadapi UN maka mereka sendiri tidak naik kelas.
            Hal ini menunjukkan bahwa yang membuat mereka khawatir terhadap Ujian Nasional (UN) adalah bukan dari ujiannya. Ada hal diluar ujian yang lebih mempengaruhi psikologis para siswa, guru hingga para kepala sekolah, yaitu kebijakan pemerintah mengenai Ujian Akhir. Bagaimana tidak, dalam 10 tahun terkakhir saja, kebijakan mengenai ujian akhir berubah-ubah. Bahkan ada kelakar yang mengatakan, ganti menteri ganti kebijakan. Dan lebih berbahaya lagi, menteri belum diganti, namun kebijakan sudah berubah. Bagaimana siswa bisa belajar dengan tekun, guru mengajar dengan baik apabila mereka masih harus berpikir tentang perubahan sistem ujian akhir.
            Perubahan kebijakan inilah yang membuat ujian bukan lagi ujian mata pelajaran, namun lebih kepada ujian mental. Tidak seperti ujian-ujian lainnya, siswa lebih giat belajar untuk mendapatkan nilai yang baik, berlomba-lomba mencapai nilai tertinggi, di ujian akhir para siswa berparadigma harus lulus, bukan harus mendapat nilai tinggi.
            Kebijakan pemerintah pasti bertujuan untuk membuat kualitas pendidikan di Indonesia membaik. Dengan anggaran lebih dari 20% pertahun, sudah selayaknya pemerintah memperbaiki kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun entah mengapa, pemerintah tidak memiliki program yang jelas untuk jangka panjang mengenai pendidikan. Pemerintah cenderung mengubah-ubah kebijakan yang mebuat ketidakpastian terhadap ujian akhir.
            Persoalan mengenai pendidikan di Indonesia memang sangat banyak, oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah memiliki blueprint (cetak biru) untuk pendidikan jangka panjang di Indonesia. Siapa pun menterinya, program program  itu bisa dijalankan dan bermanfaat tanpa melahirkan ketidakpastian baru kepada siswa, guru dan kepala sekolah untuk kemajuan pendidikan Indonesia dan yang terpenting mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ujian nasional
            Ujian Nasional bertujuan untuk membuat standarisasi nasional  terhadap tingkat pendidikan lulusannya. Sehingga tidak ada lagi yang membedakan SMA lulusan Bangka Belitung maupun SMA Jakarta atau SMK lulusan Belinyu dengan SMK Solo yang berhasil membuat mobil Esemka.
            Namun, banyak pemerhati pendidikan yang menginginkan Ujian Nasional untuk dihapus dari sistem pendidikan Indonesia. Alasanya karena kurang meratanya tingkat pendidikan di daerah dengan di pulau Jawa dan kurang adanya fasilitas untuk sekolah-sekolah di daerah. Dan solusi yang ditawarkan adalah membuat standar berbeda untuk tiap daerah.
            Apabila saran dari pengamat pendidikan ini dipenuhi, maka jangan kaget ketika orang memandang berbeda antara lulusan SMK dari Bangka dengan lulusan SMK Jakarta. Jangan heran pula apabila, SMA daerah akan sulit bersaing dengan SMA pulau Jawa dalam Seleksi Nasional masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) karena memang standar yang berbeda diantara mereka.
            Dengan kesenjangan yang cukup dalam terhadap kualitas antara pendidikan di pulau Jawa dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, hal yang diinginkan para pemerhati pendidikan memang bukan tanpa alasan. Oleh karena itu, sudah semestinya pemerintah melakukan percepatan pembangunan untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas untuk pendidikan di daerah. Agar standarisasi nasional yang dinginkan pemerintah dapat dikejar dengan baik.
           


(mdskribo)
Belinyu, 23 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar