Jumat, 09 Desember 2011

Moratorium Ekspor Timah Indonesia (2)


                Moratorium ekspor timah yang dilakukan pengusaha-pengusaha industri timah yang tergabung dalam Indonesia Tin Association (ITA) kini memasuki babak baru. Setelah beberapa bulan dilakukan, moratorium ini tidak juga mengembalikan harga timah ke harga semula dan malah berakibat dengan terperosotnya perekonomian rakyat di Bangka Belitung. Imbasnya langsung terasa oleh penambang rakyat dan berefek domino ke perekonomian lainnya. Beberapa hari setelah moratorium ini dilakukan penjualan elektronik dan otomotif menurun tajam dan masih mungkin berdampak lebih jauh.
                Moratorium yang dilakukan ini juga membuat para pengusaha smelter timah terpaksa menghentikan operasional pabriknya masing-masing karena lemahnya finansial beberapa perusahaan. Hal ini membuat pengusaha terpaksa melakukan PHK dan perumahan karyawan besar-besaran. Bukan tidak mungkin apabila pengusaha belum menemukan solusi terbaik terkait masalah harga pasar timah dunia, PHK yang lebih besar akan dilakukan.
                Moratorium ini sebenernya sempat memberikan harapan karena denga menipisnya stok timah dunia, harga pun merangkak naik. Namun, terdapat beberapa perusahaan yang tidak berkomitmen dan melakukan ekspor karena terkait dengan kewajiban membayar biaya operasional dan biaya lainnya yang menjadi kewajiban perusahaan. Alhasil setelah dilakukan ekspor, harga timah dunia pun merosot kembali.
                Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung, untuk januari-oktober 2011, nilai ekspor Bangka Belitung mencapai lebih dari 100 juta USD dengan ekspor timah sebesar 84 juta US Dollar sebelum moratorium diberlakukan. Sangat jelas, bagaimana provinsi ini amat bergantung dengan industri tambang timah ini. 
                Salah satu solusi yang dikeluarkan oleh ITA adalah untuk segera membentuk Bangka belitun Tin Market (BTM), yaitu membentuk pasar timah sendiri di Indonesia. Sungguh mengherankan bagaimana Indonesia sebagai produsen timah terbesar di dunia, tetapi pasarnya berada di London dan Kuala Lumpur. Lebih mengherankan lagi, Malaysia yang mengakui sebagai produsen terbesar kedua di dunia memiliki perusahaan yang mengeksploitasi Bangka Belitung. Sungguh memilukan bagaimana potensi luar biasa negeri ini, tidak dapat bermanfaat untuk rakyat Indonesia terutama rakyat Bangka Belitung kembali.
                Masalah pun kini makin pelik, Asosiasi tambang rakyat daerah (Astrada) menentang pembentukan BTM dan pembubaran ITA karena, ITA telah gagal mengangkat harga timah dari kejatuhan. Komitmen dari para pengusaha anggota ITA pun dipertanyakan. Astrada khawatir apabila tidak ditemukan solusi yang tepat akan membuat perekonomian masyarakat akan tererosok lebih dalam.
                Solusi lain yang mungkin digunakan untuk mencegah turunnya harga timah dunia adalah dengan segera membentuk industri hilir dari timah ini. Sehingga para pengusaha tidak perlu tergantung dengan harga dunia dan juga dapat membuat nilai tambah yang besar dalam industri timah Indonesia serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Namun, solusi ini dinilai cukup sulit karena membutuhkan investasi yang tidak kecil. Oleh karena itu, perlu dukungan berbagai pihak naik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak swasta untuk mengembangkan industri hilir timah ini.
                Bangka Belitung yang baru saja merayakan hari jadinya yang ke-11 tahun pada November lalu akan mengalami pemilukada pada tahun 2012. Diharapkan dengan komposisi pimpinan yang baru, permasalahan-permasalahan yang berkenaan langsung ke masyarakat seperti timah ini bisa diselesaikan dengan mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan lainnya. Selain itu, pemberdayaan sumber daya alam seperti timah ini diharapkan bisa membuat pemerintah memiliki cukup modal untuk mengembangkan potensi lain dari Bangka Belitung ini seperti Perkebunan sawit dan lada, perikanan dan juga pariwisata.                 

Belinyu, 8-12-11
-mdskribo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar