Selasa, 17 Januari 2012

Dampak Pembatasan Premium, Amankah BBG?


Dampak Pembatasan Premium

Amankah BBG?


Beberapa hari yang lalu, salah satu TV Nasional mewawancarai Wakil Menteri ESDM yang juga guru besar ITB terkait kebijakan pemerintah untuk membatasi konsumsi bensin bersubsidi. Awalnya saya mengira kebijakan ini membuat seluruh kendaraan berplat hitam diwajibkan hijrah ke bahan bakar minyak non subsidi minimal pertamax atau sekelasnya. Ternyata perkiraan saya salah, pak Wamen dengan jelas mengatakan bahwa tujuan pembatasan ini adalah agar pemilik mobil pribadi itu beralih ke bahan bakar gas, baik LGV mapun CNG. Terobosan dengan tujuan sangat baik, namun juga cukup mengejutkan karena hanya akan dilaksanakan mulai 1 April 2012.
Mungkin beberapa kalangan mempermasalahkan dengan ketersediaan infrastruktur yang diyakini tidak memadai, kalangan lainnya juga mempertanyakan dari segi ekonomi baik dengan memasang coverter kit yang berharga belasan juta rupiah maupun kenaikan apabila tetap menggunkan pertamax atau bahan bakar setingkatnya, dan juga beberapa kalangan mempersoalkan dampak yang akan terjadi terhadap perekonomian, sosial maupun politik. Namun diluar itu semua ada satu hal yang cukup mengganggu pikiran saya saat itu, safety factor atau faktor keamanan.
Faktor keamanan adalah faktor paling penting berkendara, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Saya teringat dengan kejadian terbakarnya sebuah mobil sedan kakak saya Oktober 2009. Ketika itu, tiba-tiba keluar api dari kap mesin dan akhirnya semuanya habis dilalap api. Hampir tidak dapat dipercaya, kejadian dengan resiko yang sangat kecil itu tiba-tiba terjadi untuk kakak saya. Setelah kejadian ini, saya juga sering mendengar berita adanya mobil terbakar akibat korslet mesin maupun bensin mobil tersebut. Dan kini terbesit, bagaimana kemungkinan hal ini terjadi terhadap bahan bakar gas?
Saya masih mengingat pada mata kuliah Teknik Pembakaran, Dosen saya kala itu seorang Doktor lulusan jerman mengatakan bahwa bahan bakar terbakar pada fase gas. Apabila bahan bakar berwujud minyak, maka akan berubah menjadi fasa gas terlebih dahulu sebelum terbakar. Hal ini menjelaskan bahwa bahan bakar dengan fasa gas jauh lebih mudah terbakar. Belum bisa membayangkan bagaimana bila zat mudah terbakar itu berada di mobil saya terutama setelah kejadian mobil kakak saya. Menurut saya, pembatasan ini sama saja meningkatkan resiko kebakaran yang membahayakan pengguna kendaraan maupun pengguna jalan lainnya yang disebabkan kebocoran maupun bahan bakar gas tersebut.
Perubahan dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas saja sudah meningkatkan resiko kebakaran untuk mobil tersebut. Apalagi bila ditambah faktor-faktor lain seperti kondisi jalan dan kondisi cuaca di Indonesia. Seperti kita ketahui, kondisi jalan di Indonesia sering sekali macet terutama dititik-titik dan waktu-waktu tertentu, hal ini dapat membuat mesin panas dan menginisiasi bahan bakar untuk meledak. Selain itu, kondisi cuaca yang tidak menentu dindonesia juga sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan. Ketika bahan bakar terkena sinar matahari panas yang ekstrem bisa saja hal yang tidak diingingkan terjadi. Mungkin memang sangat kecil persentase kemungkinannya, namun hal ini sangat penting. Lalu siapakah yang akan bertanggung jawab apabila ini sampai terjadi? Apakah pemerintah juga akan mengganti kerugian apabila terjadi kebakaran terkait kebijakan ini?
Pertanyaan lainnya yang muncul dari segi keamanan adalah seberapa siap converter kit, SPBG maupun mekanik untuk melayani jutaan kendaraan pribadi di Indonesia. Karena kebocoran sekecil apapun baik pada converter kit, ruang bakar, mesin sampai saat pengisian bisa sangat membahayakan. Dan pertanyaan paling penting adalah seberapa siapkah “jiwa” pengguna untuk menggunakan bahan bakar gas. Karena dengan resiko yang lebih tinggi diperlukan kehati-hatian yang luar biasa dan perilaku yang berbeda ketika menggunakan bahan bakar gas.
Masih ada 3 bulan sebelum kebijakan ini dimulai. Masih cukup waktu untuk semua pihak baik pemerintah, perusahaan-perusahaan yang berkaitan hingga konsumen mempersiapkan sistem, alat, infrastruktur dan semua hal yang berkaitan dengan migrasi besar-besaran bahan bakar ini. Pengalihan dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas memang memiliki resiko yang cukup tinggi, namun saya yakin keputusan ini telah melalui kajian pemerintah dan bertujuan baik untuk Indonesia.
Semoga tidak ada yang dirugikan akibat kebijakan ini..

17-1-12
-mdskribo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar