Selasa, 13 Desember 2011

PSSI Kisruh, RD Mundur


PSSI Kisruh, RD Mundur

Kisruh persepakbolaan Indonesia belum berakhir. Kini berita mengejutkan lainnya datang dari pelatih timnas U23 Rachmat Darmawan. Pelatih yang berhasil mengantarkan Indonesia ke final Sea Games itu pun mengundurkan diri. Pelatih yang akrab dipanggil RD ini menyatakan dirinya gagal karena tidak berhasil meraih emas seperti yang diharapkan rakyat Indonesia. Namun, beberapa kalangan berpendapat bahwa mundurnya RD ini dikarenakan kebijakan PSSI era Djohar Arifin yang melarang pemain ISL untuk bergabung dengan timnas Indonesia dan mundurnya pelatih yang baru saja merayakan ulang tahun ke-45 ini sudah diprediksi.
Rakyat Indonesia sangat kecewa dengan keputusan PSSI yang dengan semena-mena memutus kontrak Alfred Riedl dan menggantikannya dengan Wim Rijsbergen beberapa waktu lalu. Ketika itu Alfred Riedl berhasil membuat suporter Indonesia memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno setelah berhasil mengantarkan Indonesia ke final AFF Cup. Sepeninggal Alfred Riedl dan diganti dengan Wim Rijsbergen, sontak membuat permainan Indonesia menurun dan membuat gairah suporter menurun tiba-tiba. Bukan karena suporter Indonesia tidak mencintai timnas Indonesia, namun justru karena suporter sangat mencintai timnas dan menunjukkan kekecewaannya terhadap keputusan PSSI.
Rentetan kejadian ini pun perlahan sirna setelah PSSI menunjuk Rachmat Darmawan untuk melatih timnas Indonesia U23 yang dipersiapkan untuk mengamankan emas SEA Games yang dilangsungkan di Jakarta. Melihat permaianan yang sangat baik dibawah asuhan RD ini pun suporter kembali memenuhi SUGBK. Namun lagi-lagi PSSI mementingkan egoismenya hingga pelatih yang diharapkan banyak pihak untuk mengepalai timnas senior ini mundur.

Kisruh Liga
Banyak kalangan yang meyakini bahwa mundurnya RD ini hanya salah satu dampak dari kisruh liga yang terjadi di Indonesia. PSSI secara arogan mengganti ISL yang tahun lalu adalah liga resmi digantikan dengan IPL yang diselenggarakan PT LPIS. Sedangkan klub-klub besar Indonesia tetap menganggap PT LI adalah pihak yang benar untuk menggelar liga tertinggi Indonesia.
 Berawal dari pergantian kepemimpinan dari era Nurdin Halid ke Djohar Arifin, PSSIbaru pun diharapkan membuat perubahan dan perbaikan untuk lebih meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia dan salah satunya adalah perbaikan liga. Klub-klub yang berada di kasta tertinggi pun mengikuti seluruh prosedur yang diberikan PSSI. Namun secara mengejutkan PSSI dengan arogan tidak mengindahkan salah satu hasil kongres yang mengatakan bahwa liga tertinggi Indonesia adalah ISL dengan 18 klub dan malah membentuk LPI dengan 24 klub. Lebih mengejutkan lagi karena beberapa klub yang naik kasta dinaikkan dengan alasan yang tidak jelas. Keputusan yang justru bertolak belakang dengan semangat kompetisi.
Kekecewaan klub-klub dengan keputusan sepihak PSSI ini membuat klub-klub ISL mundur dan tetap mengusung ISL sebagai kompetisi yang diikuti. Seakan tidak mau kehilangan muka, PSSI pun membuat keputusan baru yaitu melarang pemain ISL untuk bergabung ke Tim Nasional, padahal ketua umum PSSI Djohar Arifin sebelumnya sempat mengatakan siapa saja boleh memperkuat tim nasional.
Tampaknya PSSI tidak tahu bahwa PSSI adalah Persatuan sepakbola seluruh Indonesia beserta klub-klub professional. PSSI perlu merangkul klub-klub bukan malah memecah belah dengan keputusannya yang arogan. PSSI juga harus ingat bahwa PSSI tidak memiliki pemain, pemain dikontrak oleh klub. Sekali lagi PSSI perlu merangkul klub dan menurunkan egonya agar iklim sepakbola yang baik pun bisa diciptakan di Indonesia. Semua pihak juga harus menurunkan egonya masing-masing dang mengutamakan persepakbolaan Indonesia diatas kepentingan kelompok masing-masing agar sepak bola Indonesia bisa Berjaya paling tidak kembali dikenal di Asia.


               

Belinyu, 13-12-11
-mdskribo-
                                                               

PLTN, Apakah Solusi Tepat Energi Indonesia?


Dewasa ini, salah satu hal yang menjadi perhatian para pemimpin dunia adalah energi. Dunia seolah berlomba untuk menemukan energi yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin besar seiring dengan bertambahnya populasi dunia dan meningkatnya kebutuhan manusia. Masalah energi pun makin rumit ketika energi yang biasa digunakan yaitu energi fosil persediaan cadangannya makin menipis dan dibutuhkan energi baru yang dapat menggantikan ketergantungan energi fosil tersebut. Demikian pula di Indonesia, pemerintah berusaha mencari energi-energi baru untuk dapat memenuhi kebutuhan energi dunia.
                Setelah melewati berbagai kajian, pilihan pun jatuh untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). PLTN memiliki banyak keunggulan, seperti memiliki efisiensi yang baik dan nilai investai tahunan yang lebih kecil dibanding pembangkit listrik lain. Namun PLTN, juga memiliki kekurangan yaitu tingkat bahaya yang cukup tinggi karena bukan hanya menyebabkan kematian melainkan dapat menularkan radiasi yang tinggi ke alam. Walaupun PLTN merupakan Pembangkit listrik dengan kemungkinan kecelakaan yang rendah, namun memili tingkat bahaya yang tinggi.
                 Mendengar kata nuklir saja, semua orang pasti teringat dengan bom atom yang terjadi di Nagasaki dan Hiroshima pada Agustus 1945. Selain itu kejadian di Fukushima yang belum lama terjadi menimbulkan kecemasan karena memang ancaman dari bahaya ini nyata. Kejadian Fukushima bukan satu-satunya kecelakaan pada pembangkit tenaga nuklir pada tahun 1979 di Three Mile Island (TMI), amerika dan pada tahun 1986 di Chernobil, Uni soviet. Kejadian di Uni Soviet ini pun melibatkan secara langsung 135ribu orang. Sangat sulit dijelaskan bagaimana negara-negara yang memiliki sumber daya manusia baik seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Soviet.
                Nuklir memang berbahaya, namun tidak serta merta membuat kita menolak mentah-mentah PLTN karena diakui atau tidak, PLTN tetap menawarkan energi yang cukup besar. Tetapi pertanyaannya adalah apakah PLTN ini adalah solusi yang tepat untuk permasalahan energi Indonesia?
                Indonesia sebenarnya memiliki cadangan energi yang luar biasa. Indonesia memiliki cadangan migas yang cukup banyak. Terutama gas alam Indonesia apabila dikelola dengan baik, cukup untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Namun kenyataannya kebijakan dari pemerintah untuk menjual keluar negeri. Beberapa kalangan berpendapat Indonesia tidak dapat menggunakan gas alam karena memang teknologinya belum memadai. Seharusnya pemerintah lebih memilih membangun fasilitas-fasilats untuk gas alam ketimbang membangun fasilitas untuk nuklir. Ironis memang ketika melihat Indonesia menjual energinya dan malah membangun PLTN yang jelas-jelas dapat berbahaya.
                Selain dari migas, Indonesia juga memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia. Di beberapa tempat di pulau Jawa sudah dibangun PLTPB dan dikelola oleh asing. Namun sayangnya, energi dari panas bumi ini kurang dikembangkan dan tidak dijadikan fokus dalam hal menentukan kebijakan. Cadangan yang besar dan bisa berlangsung seumur hidup adalah keuntungannya. Namun, energi panas bumi ini membutuhkan investasi yang besar. Jauh lebih besar dari investasi sektor migas.
                Selain dari gas alam dan panas bumi Indonesia juga masih memiliki cadangan batu bara yang besar. Namun, masih lebih banyak yang diekspor dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Selanjutnya Indonesia masih memiliki cadangan energi berupa Air laut, yang kita ketahui 66% wilayah Indonesia merupakan kelautan. Penelitian, kajian dan pengembangannya pun sudah banyak dilakukan dan yang pasti lebih aman dari nuklir. Selain itu, Indonesia juga masih bisa mengembangkat pembangkit listrik dari tenaga angin, tenaga surya dan masih banyak cadangan energi yang lebih aman.
                Indonesia memang memerlukan kajian dan penelitian tentang energi nuklir lebih jauh. Namun tampaknya energi nuklir ini harus dijadikan prioritas terkahir dari blueprint energi nasional. Indonesia dengan segala macam kekayaannya masih bisa membuat energi yang lebih ramah lingkungan dan resiko kecil.
                Kita bisa lihat bagaimana Belanda menggunakan tenaga angin sebagai salah satu penunjang energi mereka, lalu Perancis dan Jerman menggunakan energi tenaga surya. Kita tidak lupa juga bagaimana Jepang, Korea, China dan beberapaq negara lainnya sangat bergantung dengan gas alam yang dimiliki Indonesia. Mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi dari sektor lain. Jadi memang beberapa negara menggunakan energi nuklir karena mereka tidak seburuntung Indonesia dengan memiliki pilihan untuk cadangan energi mereka. Akan sangat disayangkan apabila dengan banyaknya pilihan yang disertai melimpahnya cadangan namun pemerintah lebih memfokuskan untuk membangun energi yang memiliki resiko bahaya yang tinggi.
                Indonesia sudah diakui dunia memiliki potensi yang luar biasa. Saat ini tinggal bagaimana penentu kebijakan mengarahkan agar Indonesia memiliki peta energi yang jelas untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya baik sekarang maupun hingga puluhan tahun kedepan. Sangat disayangkan apabila negeri yang kaya dengan energi ini salah dalam menentukan kebijakan energi dan akan berdampak fatal dikemudian hari.


-mdskribo-
Belinyu, 25 November 2011

PSSI Djohar Ulangi Kesalahan PSSI era Nurdin


                Masih teringat dengan jelas bagaimana perjuangan garuda muda di Stadion Utama Gelora Bung Karno dalam final sepakbola pesta olahraga Asia Tenggara Sea Games kali ini. Perjuangan untuk bisa membuat tim nasional sepakbola Indonesia meraih gelar juara yang sudah sangat dirindukan rakyat Indonesia. Walaupun perhelatan Sea Games diisi oleh tunas muda garuda, namun tidak mengurangi prestise dan antusias dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana stadion penuh sesak oleh para pendukung yang khusu datang untuk mendukung para garuda-garuda muda bahkan masih banyak suporter yang ingin menonton langsung namun tidak dapat dilakukan karena tiket habis dalam beberapa jam saja. Hal ini dari akibat permainan menarik selama Sea games berlangsung.
                Permainan menarik selama Sea Games kali ini pun menumbuhkan harapan rakyat Indonesia kepada tim nasional kembali. Sempat sangat bergairah setelah menjadi runner up di AFF januari 2011, tim nasional senior kembali terpuruk setelah gagal total di ajang kualifikasi Piala Dunia 2014. Kegagalan ini ditenggarai beberapa pihak karena keputusan PSSI baru yang memutus kontrak dengan Alfred Riedl dan digantikan dengan Wim Rijsbergen yang belakangan dipertanyakan kualitasnya. Keputusan yang terkesan tergesa-gesa ini pun dinilai banyak pihak lebih berbau politis dibandingkan hal-hal teknis sepakbola.
                Harapan dengan prestasi yang tinggi kini pun berada di pundak generasi baru pemain tim nasional. Namun, untuk membentuk tim nasional yang berprestasi tentu saja harus ditunjang dengan faktor-faktor teknis seperti pembinaan dan kompetisi yang baik serta dijauhkan dari politasasi terhadap tim nasional.
                Masih lekat dipikiran kita saat tim Nasional ditengah perjuangan menjadi juara piala AFF diajak untuk makan siang oleh salah satu ketua umum partai di masa PSSI masih diketuai oleh Nurdin Halid. Hal yang mendapat sorotan dari publik dan dikritik termasuk oleh pelatih Alfred Riedl serta Kapten Bambang Pamungkas kala itu. Seperti tidak dijadikan pelajaran, PSSI baru yang diketuai Prof.Djohar Arifin ini menggelar “selametan” dan pembagian bonus di tempat Arifin Panigoro, seorang pengusaha dan salah calon ketua PSSI yang tidak diizinkan untuk mencalonkan oleh FIFA. Masyarakat pun menilai terdapat motif dibalik kejadian ini.
                Sangat disayangkan apabila tim nasional sepakbola Indonesia yang memang menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia ini dipolitisasi oleh pihak yang seharusnya melindungi dari hal-hal non-teknis. Terlebih lagi, ditujukan kepada para punggawa garuda muda yang diisyaratkan menjadi tunas untuk tim nasional untuk tingkat senior.
                Kongres PSSI yang sempat kisruh dan terjadi beberapa kali memang diharapkan agar dapat bisa mengevaluasi, memperbaiki, dan menciptakan iklim sepakbola Indonesia yang baik yang berujung dengan prestasi tim nasional di kancah internasional. Menjadi kurang bijak apabila PSSI mengulangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh PSSI sebelumnya yang bisa berakibat fatal untuk kemajuan tim nasional itu sendiri.

Dualisme Kompetisi
                Selain tim nasional, salah satu hal yang sangat disoroti publik dewasa ini adalah kompetisi atau liga. Karena untuk membentuk tim nasional yang baik dibutuhkan kompetisi yang baik dan sistematis. Garuda muda yang tampil di Sea Games lalu juga merupakan hasil dari kompetisi, dimana pemain-pemainnya merupakan pemain kunci dari klub yang mengikuti Liga yang dibentuk PSSI. Seperti Egi Melgiansyah yang juga kapten Pelita Jaya, Tibo yang menjadi striker persipura, Kurnia Meiga yang menjaga gawang Arema serta Patrich Wanggai yang membuat Persidafon promosi ke level tertinggi.
                Seperti tidak belajar, PSSI pinpinan Djohar Arifin ini kembali mengulangi kesalahan dari PSSI sebelumnya yang membiarkan terjadi dualisme kompetisi. Apabila pada masa PSSI sebelumnya, terdapat Liga Super (ISL) dibawah PSSI dan kemudian Arifin Panigoro dkk mendirikan Liga Primer (LPI) sebagai liga tandingan, kali ini ketua umum PSSI, Djohar Arifin dan dengan beberapa anggota exco menghapus ISL dari struktur liga resmi PSSI dan menunjuk Liga primer Indonesia Sportindo (LPIS) sebagai liga resmi dibawahnya dan membuat banyak keputusan mengejutkan, salah satunya dengan membuat jumlah peserta menjadi 24. Jumlah yang sangat banyak untuk satu musim kompetisi. Banyak pengamat pun mengatakan lagi-lagi keputusan-keptusan ini lebih berbau politis dibandingkan segi teknis.
                Menilai liga yang akan diselanggarakan LPIS kurang baik, beberapa klub professional pun bersama-sama membentuk kembali liga super dibawah PT LI. Klub Persipura, Persisam, Sriwijaya dan klub-klub profesional lain pun lebih memilih ISL ketimbang LPI. Lagi-lagi kesalahan PSSI terulang, dan sekali lagi lebih berbau politis dibanding dengan faktor teknis untuk memperbaiki sistem kompetisi Indonesia. Tanpa menilai liga mana yang lebih baik, sebaiknya PSSI kembali menjadi lembaga independen yang bertujuan untuk memajukan sepakbola Indonesia. Membuat kompetisi yang baik dan sistematis. Kegagalan PSSI menangani kompetisi terhadap dualisme kompetisi bisa menjadi bumerang dan menghancurkan persepakbolaan Indonesia itu sendiri.

Timnas Tertutup untuk ISL
                Imbas dari kegagalan PSSI menyatukan dualisme kompetisi ini pun memasuki babak baru. Dimana seolah-olah memang PSSI tidak mau belajar dari PSSI periode sebelumnya dengan melarang pemain untuk bergabung tim Nasional Indonesia bagi pemain yang bermain untuk klub ISL.
                Apabila pengamat menilai bahwa tim Indonesia Selection yang menghadapi LA Galaxy beberapa waktu lalu sebagai acuan bentuk tim nasional kedepan, maka dengan pelarangan ini berarti hanya Kurnia Meiga dan Andik Vermansyah yang dapat bermain untuk Tim Nasional.
                Masyarakat yang kembali memiliki harapan pun dipastikan akan kembali kecewa bagaimana beberapa bintang baru seperti Egi Melgiansyah, Tibo, dan Patrich Wanggai bahkan pemain naturalisasi Diego Michels tidak bisa bergabung dengan timnas. Hal yang sangat disayangkan karena akibat ego dari beberapa pihak mengorbankan nasionalisme seluruh rakyat Indonesia.

                Sepakbola bukan olahraga biasa. Sepakbola bisa membangkitkan nasionalisme rakyat Indonesia dan dapat pula mempersatukan rakyat Indonesia. Sudah sepatutnya pemegang kebijakan tertinggi sepak bola Indonesia, PSSI, menghentikan politisasi terhadap sepak bola dalam bentuk apapun. Baik yang ditujukan untuk tim nasional Indonesia maupun terhadap dualism kompetisi yang sedikit banyak akan mempengaruhi penampilan tim nasional itu sendiri. PSSI pun diharapkan kembali menjadi independen dan objektif tanpa diboncengi kepentingan-kepentingan lain. Selain itu, PSSI pimpinan Djohar Arifin ini dapat belajar dari kesalahan PSSI sebelumnya dan membuat kebijakan yang memperbaiki persepakbolaan Indonesia dan membuat Indonesia kembali menjadi macan asia.

-mdskribo-
22 November 2011

Jumat, 09 Desember 2011

Moratorium Ekspor Timah Indonesia (2)


                Moratorium ekspor timah yang dilakukan pengusaha-pengusaha industri timah yang tergabung dalam Indonesia Tin Association (ITA) kini memasuki babak baru. Setelah beberapa bulan dilakukan, moratorium ini tidak juga mengembalikan harga timah ke harga semula dan malah berakibat dengan terperosotnya perekonomian rakyat di Bangka Belitung. Imbasnya langsung terasa oleh penambang rakyat dan berefek domino ke perekonomian lainnya. Beberapa hari setelah moratorium ini dilakukan penjualan elektronik dan otomotif menurun tajam dan masih mungkin berdampak lebih jauh.
                Moratorium yang dilakukan ini juga membuat para pengusaha smelter timah terpaksa menghentikan operasional pabriknya masing-masing karena lemahnya finansial beberapa perusahaan. Hal ini membuat pengusaha terpaksa melakukan PHK dan perumahan karyawan besar-besaran. Bukan tidak mungkin apabila pengusaha belum menemukan solusi terbaik terkait masalah harga pasar timah dunia, PHK yang lebih besar akan dilakukan.
                Moratorium ini sebenernya sempat memberikan harapan karena denga menipisnya stok timah dunia, harga pun merangkak naik. Namun, terdapat beberapa perusahaan yang tidak berkomitmen dan melakukan ekspor karena terkait dengan kewajiban membayar biaya operasional dan biaya lainnya yang menjadi kewajiban perusahaan. Alhasil setelah dilakukan ekspor, harga timah dunia pun merosot kembali.
                Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Belitung, untuk januari-oktober 2011, nilai ekspor Bangka Belitung mencapai lebih dari 100 juta USD dengan ekspor timah sebesar 84 juta US Dollar sebelum moratorium diberlakukan. Sangat jelas, bagaimana provinsi ini amat bergantung dengan industri tambang timah ini. 
                Salah satu solusi yang dikeluarkan oleh ITA adalah untuk segera membentuk Bangka belitun Tin Market (BTM), yaitu membentuk pasar timah sendiri di Indonesia. Sungguh mengherankan bagaimana Indonesia sebagai produsen timah terbesar di dunia, tetapi pasarnya berada di London dan Kuala Lumpur. Lebih mengherankan lagi, Malaysia yang mengakui sebagai produsen terbesar kedua di dunia memiliki perusahaan yang mengeksploitasi Bangka Belitung. Sungguh memilukan bagaimana potensi luar biasa negeri ini, tidak dapat bermanfaat untuk rakyat Indonesia terutama rakyat Bangka Belitung kembali.
                Masalah pun kini makin pelik, Asosiasi tambang rakyat daerah (Astrada) menentang pembentukan BTM dan pembubaran ITA karena, ITA telah gagal mengangkat harga timah dari kejatuhan. Komitmen dari para pengusaha anggota ITA pun dipertanyakan. Astrada khawatir apabila tidak ditemukan solusi yang tepat akan membuat perekonomian masyarakat akan tererosok lebih dalam.
                Solusi lain yang mungkin digunakan untuk mencegah turunnya harga timah dunia adalah dengan segera membentuk industri hilir dari timah ini. Sehingga para pengusaha tidak perlu tergantung dengan harga dunia dan juga dapat membuat nilai tambah yang besar dalam industri timah Indonesia serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Namun, solusi ini dinilai cukup sulit karena membutuhkan investasi yang tidak kecil. Oleh karena itu, perlu dukungan berbagai pihak naik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak swasta untuk mengembangkan industri hilir timah ini.
                Bangka Belitung yang baru saja merayakan hari jadinya yang ke-11 tahun pada November lalu akan mengalami pemilukada pada tahun 2012. Diharapkan dengan komposisi pimpinan yang baru, permasalahan-permasalahan yang berkenaan langsung ke masyarakat seperti timah ini bisa diselesaikan dengan mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan lainnya. Selain itu, pemberdayaan sumber daya alam seperti timah ini diharapkan bisa membuat pemerintah memiliki cukup modal untuk mengembangkan potensi lain dari Bangka Belitung ini seperti Perkebunan sawit dan lada, perikanan dan juga pariwisata.                 

Belinyu, 8-12-11
-mdskribo-