Sabtu, 31 Maret 2012

Biaya Pemilukada Calon Independen


            Pemilukada yang memperbolehkan untuk mencalonkan diri menjadi calon perseorangan non-partai atau biasa disebut calon independen ternyata tidak sepenuhnya berlangsung mulus. Dibutuhkan biaya pemilu yang sangat besar untuk calon-calon tersebut untuk bisa maju mencalonkan hingga memenangkan pemilukada tersebut. Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi pemilih untuk betul-betul melihat visi-misi, program yang ditawarkan dan sosok calon kepala daerah tersebut.
            Biaya yang dikeluarkan untuk pasangan calon independen memang cukup besar. Biaya-biaya tersebut antara lain untuk mempersiapkan daftar dukungan suara minimal 4% dari jumlah pemilih, untuk operasional tim sukses, untuk kampanye dan untuk pemenangan pemilu karena pasti semua calon yang mencalonkan bertujuan untuk menang. Yang berbeda adalah tujuan setelah menang para calon tersebut, apakah untuk kemajuan daerah dan rakyatnya ataukah hanya pribadi dan kelompoknya.
            Biaya pertama yang cukup besar adalah untuk mempersiapkan berkas dukungan suara calon tersebut minimal 4% jumlah pemilih. Ini berarti berkas yang dibutuhkan untuk suatu daerah, kita ambil contoh DKI Jakarta adalah lebih dari 400.000 berkas. Untuk mempersiapkan berkas tersebut dilengkapi 2 buah materai 6.000 dan lainnya dibutuhkan dana minimal Rp 20.000 per berkas. Bila dikalkulasikan dibutuhkan biaya untuk pelengkapan berkas lebih dari 8 Milyar Rupiah. Belum termasuk dengan biaya operasional dari tim sukses calon tersebut dalam mempersiapkan berkas-berkas ini. Bila setiap berkas membutuhkan biaya operasional untuk tim sukses Rp 10.000 saja, ini berarti membutuhkan 4 Milyar rupiah untuk operasional mempersiapkan berkas. Wilayah Jakarta yang cukup luas dan dengan biaya cukup mahal, mungkin operasionalnya bisa lebih dari Rp 10.000 per berkas. Selain itu, agar lebih aman pasti tim sukses menyiapkan lebih banyak dari batas minimal. Bisa dibayangkan berapa besar yang dibutuhkan calon independen ini untuk bisa lolos verifikasi menjadi salah satu kontestan calon gubernur dalam pemilukada.
            Biaya selanjutnya yang dibutuhkan dan cukup besar adalah untuk operasional tim sukses. Untuk perencanaan program kampanye, persiapan kampanye, koordinasi ke berbagai wilayah dan konsolidasi ke beberapa tempat juga dibutuhkan biaya yang tidak kecil. Jumlah orang yang dilibatkan juga tidak sedikit. Waktu yang dibutuhkan juga cukup panjang. Walaupun tim sukses biasanya sukarela (tanpa honor) tetapi minimal calon harus mempersiapkan biaya operasional seperti transport, konsumsi, pulsa, maupun sewa tempat jika diperlukan. Dalam beberapa kasus malah bisa membagikan ponsel untuk mempermudah komunikasi. Bisa dibayangkan juga berapa besar yang dibutuhkan untuk operasional ini.
            Biaya selanjutnya dan merupakan biaya terbesar adalah biaya kampanye dan biaya pemenangan calon kepala daerah tersebut. Biaya tersebut mulai dari ribuan baliho, spanduk, poster stiker dan lain-lain serta ratusan ribu kaos dan atribut lainnya. Selain itu biaya iklan di TV lokal dan Nasional, iklan media cetak ataupun di dunia maya. Biaya iklan TV Nasional untuk 1 menit saja bisa puluhan juta per sekali tayang. Selain itu kampanye langsung juga membutuhkan biaya yang tidak kecil. Mulai dari panggung, sound system, music hingga mengundang artis-artis ternama. Dapat dipastikan biaya kampanye ini bisa menjadi komponen terbesar dari seluruh pengeluaran untuk calon independen.
            Jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan gaji seorang gubernur yang hanya berkisar Rp 8 juta saja. Bila gaji ini dikalikan dengan 60 (5x12 bulan) maka tidak sampai setengah milyar rupiah total gajinya selama satu periode jabatan. Lalu bagaimana gubernur ini mengembalikan pengeluaran yang sudah dikeluarkan ataupun minimal bagaimana gubernur terpilih ini mengumpulkan uang kembali untuk mengikuti pemilukada periode berikutnya.   
            Biaya-biaya yang sangat besar itu memang tidak secara otomatis menjadi tanggungan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Bisa saja dari donator atau penggalangan dana masyarakat yang mendukung. Apabila donator cukup besar memberikan donasi, hal ini dikhawatirkan membuat calon akan merasa hutang budi dan malah menjadi tidak independen ketika menjabat. Selain itu, penggalangan dana masyarakat juga bisa menjadi ptensi untuk sumber dana calon. Seperti yang terjadi pada pemilihan presiden AS kemarin. Dimana Obama menggalang dana masyarakat untuk pemenangannya. Sehingga beliau kemudian akan merasa hutang budi untuk rakyat dan melakukan untuk rakyatnya. Tetapi penggalangan dana ini seakan tidak bisa menjadi prospek di Indonesia karena kurang pedulinya rakyat Indonesia. Terlihat dari cukup tingginya golongan putih pada setiap pemilu.
            Dengan begitu besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memenangkan calon independen ini, perlu diperhatikan betul-betul motivasi dan ideologinya. Berbeda dengan calon dari partai yang memiliki ideologi dasar, memiliki tawar menawar politik untuk koalisi ataupun rencana strategis yang biasanya sudah mendapat arahan dari DPP Partainya. Calon independen dinilai lebih memiliki ideologi yang bertujuan mengembangkan daerah dan rakyatnya namun perlu lebih diawasi pada saat menjabat. Jangan sampai cita-cita yang baik bisa bergeser karena kekuasaan dan merasa hutang budi kepada para donatur.


Belinyu, 22-2-12
-mdskribo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar