Selasa, 06 Maret 2012

RSBI: Meningkatkan Mutu atau Diskriminasi Pendidikan?


“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitulah bunyi dari sila kelima dasar negara Indonesia, Pancasila. Namun dengan dilaksanakannya kebijakan untuk membentu rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) maupun sekolah berstandar  internasional (SBI), pemerintah terlihat lebih mengistemewakan kalangan atas yang berduit  dan menciptakan diskriminasi pendidikan dengan mengagung-agungkan kurikulum RSBI  yang dilihat dari kurikulum negara lain yang dinilai lebih maju dibanding kuruikulum nasional yang digunakan mayoritas sekolah standar nasional.
            RSBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah menjadi kualitas internasional dengan kurikulum nasional dan ditambah kurikulum internasional. Hal ini tentu menuntut biaya yang cukup besar, baik dari operasional sekolah maupun individu siswa, sehingga biaya yang dikeluarkan siswa cukup tinggi, bahkan di beberapa sekolah, biaya per bulan mencapai jutaan rupiah. Fasilitas penunjang yang diperlukan juga harus dipenuhi, seperti laptop untuk tiap siswa, buku pelajaran standar nasional dan standar internasional, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, RSBI dinilai hanya mampu melayani bagi kalangan menengah atas, berbeda sekali dengan sila kelima Pancasila.
            Dengan diskriminasi ini maka tujuan negara seperti yang telah ditulis dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa tampak seperti tersisih. Karena dengan adanya RSBI, siswa yang lebih cerdas hanya yang mampu membayar sejumlah dana pendidikan yang cukup tinggi. Bukan lagi untuk seluruh rakyat Indonesia, terlihat sekali ketidakadilan sosial di bidang pendidikan ini.
            Dasar dari pemerintah menyelanggarakan RSBI ini adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
            Undang-undang tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia pada tiap jenjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Namun perlu dilihat sejauh mana aksesibilitas dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, perlu dijamin pula semua siswa yang memiliki kemampuan akademis namun tidak memiliki kemampuan finasial dapat juga bersekolah di RSBI dan dibantu pembiayaan sekolahnya.
            Keadilan juga harus diberikan antara RSBI dan Sekolah Standar Nasional (SSN) dari segi pembiayaan APBN. Menurut temuan dari Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA), pada anggaran 2011, RSBI mendapat Rp 289 Milyar, sedangkan SSN atau Umum hanya Rp 250 Milyar (kompas.com/19-2-12). Dari sisi anggaran saja pemerintah tidak memberlakukan sistem yang berkeadilan. Sekolah yang lebih bagus dengan jumlah yang masih minoritas mendapat proporsi lebih banyak dar sekolah umum yang jumlahnya bisa lebih banyak. Anggaran yang lebih banyak yang diproyeksikan untuk RSBI membuat sekolah mempersiapkan diri untuk mendaftar menjadi RSBI. Apabila benar ini terjadi, berarti sudah terjadi komersialisasi di dunia pendidikan Indonesia.
            Dengan adanya diskriminasi yang terjadi pada RSBI, maka ada beberapa golongan yang melakukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan pasal tersebut karena RSBI dinilai melanggar hak kontitusi warga negara untuk mendapatkan pendidikan dasar karena akses menjadi terbatas. Golongan tersebut juga meminta penghentian operasional dan anggaran RSBI hingga ada keputusan dari MK.
            Namun hal ini juga menjadi kurang bijak, dengan semakin maraknya sekolah swasta maupun sekolah asing membanjiri Indonesia, diperlukan sekolah yang memiliki sistem pengajaran berstandar internasional. Namun pemerintah harus tetapa memperhatikan sekolah umum maupun sekolah standar nasional agar pendidikan secara umum bisa berkembang. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan siswa yang mampu secara akademis namun tidak mampu secara ekonomi. Tidak seperti saat ini yang hanya membuka akses hanya 20% dari total siswa. Biarkan mereka semua melalui ujian yang sama, apabila yang lolos siswa kurang mampu semua, pemerintah wajib bertanggung jawab memenuhi fasilitas siswa yang dibutuhkan agar RSBI bisa menjadi SBI.
            Apabila pemerintah dan sekolah tidak mampu ataupun tidak mau mengakomodasi siswa pintar yang kurang mampu ini, berarti sangkaan beberapa pihak yang mengatakan terjadi ketidakadilan dalam dunia pendidikan itu benar terjadi dan konsep RSBI ataupun sekolah standar internasional perlu ditinjau ulang. Baik landasannya yang berupa Undang-Undang maupun peraturan teknis Kementerian Pendidikan.
            Salah satur dasar dari perkembangan suatu bangsa adalah dunia pendidikan. Karena pendidikan yang baik juga akan menciptakan sumber daya manusia yang baik untuk mengola seluruh permasalahan negara. Untuk menciptakan suatu iklim pendidikan yang baik memang memerlukan biaya, daya, waktu, dan keseriusan semua pihak. RSBI ini memang memiliki tujuan yang baik, namun apabila memiliki kekurangan pemerintah harus secara cermat memperbaikinya. Jangan sampai RSBI ini malah dijadikan sumber pemasukan oleh sekolah, bukan untuk menciptakan sekolah yang berstandar internasional. Dan jangan sampai tujuan baik ini malah membiarkan terjadinya kastanisasi maupun diskriminasi pendidikan Indonesia.




(mds)
20 February 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar